SASTERA

Anjing yang menyalak di halaman sajak

Sore yang perengus sering menghambatnya pulang
ke dalam sajak, digonggong matahari seperti tulang
yang direbutkan bersama bayangnya sendiri
di lopak-lopak gelojak
senja yang menerkam ngongoian sunyi
di labirin diksi, kembali ke rumah peribadi.

Kita yang terusir, disalak sepanjang malam
tuan-tuan rumah masih tertidur
berselubung dalam metafora yang tidak lagi
sehangat manifesto pilihan raya

estetika cuma lampu malap di loteng
dikerumuni kelekatu dan burung hantu
sembari pencuri hampir usai mengumpil pintu.

Aduhai aneh sekali
bila kembali sebagai orang asing
bahasa tumbuh menjadi daging
tapi kucing kehilangan taring
dan anjing masih lagi menyalak bukit.

Nasser Mikraj
Penampang


Pengarang :