BUDAYARENCANA

Keabadian perawan musim

Musim lama tertunda, aku kembali pulih dalam lorong-lorong yang lama kehilangan tanda jernih, bukan tersesat bagi sebuah kepulangan pasti bermukim di puncak lengkap, naluriku pernah menghafalmu sebagai embun berahi membasah nafas pagi, mengarca tubuh siang menjadi patung kenangan, waktu lainnya aku nikmati berulang-ulang, lantas ia ialah sebuah malam gelap gagal menyembunyikan bayang; amat jarang dan sepasang hujan tanpa guruh namun cukup buat tujuh lengkung pelangi berwarna penuh.

Jendela mataku bertukar disihir ketika nekad mencintaimu lebih anggun usai terkeluar dari perut racun, angin selingkuh liar mengisi  dedahi hari mendatang apabila tengkujuh keliru untuk memilih malam atau siang, malah aku lincah mengekor mata panas agar kesetiaan berbahang dalam nafas.

Keabadianku tidak gugur dalam lanjut usia dingin persis sepotong pawaka marak dalam kencang angin, dirimu merenung kagum tika lusuh terserlah pada sepatu dan busana kudandan berwajah anggun dan aku pulang bukan sebagai wanita, namun bidadari mencatat peluang telahmu lewat laluinya, bukan terakhir kali, hadirku akan kembali bersenggama atas perawan musim tanpa dirimu damba di pucuk ingin.

 

Clariessa Kesulai

 

 

 


Pengarang :