BUDAYARENCANA

Tangisan pelabuhan (Gaun malam)

(untuk nf)

pelabuhan mengesakkan segala hal di luar mampu; usia, tunggu dan rentang waktu. menyisihkan bibir dari gerak. memisahkan temu dengan jarak. namun di sini, prosa tumbuh tidak berbatas. aku konkrit, kekasihku terbit dari langit, dan angan bukan lagi perawan yang berpingit.

di telapak tanganku, rintik mahu menyisir gurat nama, tapi cepat memercik! tak sempat singgah menyambung titik–berpencar di latar ingin, lalu menembus. menyebar sepelusuk dingin, lalu berkabus. akhirnya aku tidak dapat menyentuh apa-apa, selain semburat kenyataan.

dadaku bergema geruh-gerah. ruang mencabuh kata-kata. angin gundah dalam suara. lantas membeku bersama kisah-kisah sepi di hitam awan berbentuk roti. akhirnya, hanya senja yang gugur membawa rinai rindu. tak pernah janggal, dan meminta untuk tetap tinggal.

ia bukan berasal dari kelmarin, namun jatuh begitu pias. wajahku dapat menikmati titisannya satu demi satu; tangan yang lembut menyulam, tubuhnya berbau alam. aku terpaku, menghadap langit seolah bersedia untuk dipotret. satu, dua, tiga, aku tersenyum. klik!

udara basah dengan lekas mendesah, mengembangkan bayang di lipatan tubuh. aku kira, tiga puluh minit cukup melatakan tiga puluh tahun masa depan. shhhh… perlahan suara debur menyuruhku pulang–atau bayu. aku memulas kunci, debur berubah menjadi deru motor.

mata lampu memandang jalanan yang semakin keruh, seraya mata pintu memandang kelibatku dengan ragu-ragu. aku mendekat tanpa menyedari di rumahku, remang kekasihku sedang menunggu; anggun bergaun malam.

 

Jed Stellarose

 


Pengarang :