SASTERA

Mencuri waktu

Aku menggulung tubuhku di dahimu yang landai, sekejap tersesat di keningmu sebelum sampai di matamu lantas menghirup masa lalu—laut yang senyap menyimpan segala aib, ketika malam memilih untuk datang sebagai sepasang tangan yang menutup mata orang-orang.

Saat bulan dan hujan saling berbalah tentang erti kesedihan, aku memilih untuk tetap memerhatikanmu, ratnaku. Lantas kucuri seperca waktu di rentang takdir, aku pun menciummu di sela sajak-sajak manis.

Lukamu harum, kataku.
Dan kaubilang, “Ia cuma bau peluh.”

Kepalaku dipeluk masa depan yang tidak berwajah. Lalu, haru pun tumbuh lebih congah. Tapi nona, kau tahu? Sejak bocah di jantungku berani menyimpan cita untuk membina rumah di dalam hidupmu, ia hampir terlupa tentang keelokan warna langit di waktu senja.

Ingatanku menyandang angan sederhana sembari menjelajahi kulitmu—tanah yang terhampar subur dan segar. Dan aku ‘kan terbit di pelupukmu lebih hening selain langit pagi, biar sampai raut tuamu masih menggigit di mataku serupa cahaya yang tak pernah dijilat matahari.

Jed

Sungai Petani

 


Pengarang :